Teruntuk yang di hati.
Dari aku, yang merindu.
Kapan bisa bertemu?
Inginnya duduk bersama
Bicara tentang hidup, perasaan, dan masa depan.
Setiap hari hanya lewat saja di depan sana.
Apa tidak pernah terlintas untuk mampir?
Mungkin sekedar menampakan diri begitu?
Itu juga sudah cukup membahagiakan.
Maaf kalau akhirnya ada dinding-dinding pembatas yang terbangun di antara kita.
Semata untuk menjaga hati masing-masing agar tetap aman.
Tidak tergores.
Maaf juga kalau aku masih terus menyimpan rasa, rindu, serta harap.
Maaf pula karena membuatmu terus tidak nyaman.
Kalau belum ada "kesempatan" bagi kita,
tidak apa.
Juga kalau memang tidak akan pernah ada,
tidak apa.
Bila memang ada yang lain, yang telah dipilih,
biarlah rasa yang aku simpan memudar dulu.
Sisihkan sedikit dari waktumu untuk menunggu.
Baru setelah itu tinggalkan saja diri ini untuk mengejar mimpimu bersama yang telah dipilih.
Ini rasaku.
Tapi menjadi bebanmu.
Maafkan ya.
Aku mengasihimu.
Walau mungkin kamu enggan menyebutnya kasih
karena itu tidak memenuhi kriteria kasih seperti yang ada di kepalamu.
Ya kalau begitu, sebut saja aku mengharapkan kasih darimu.
Biar aku mengerti seperti apa kasih yang terbayang di dalam kepalamu.
Sekali lagi maaf kalau aku terus mencoba segala cara demi terciptanya "kesempatan" untuk kita.
Aku ingin melepasmu dari hati ini,
tapi rindu yang memanggil namamu menggema terus di kepalaku.
Sebenarnya sungguh sadar bahwa ketika hati ini melepasmu,
tentu semuanya akan terasa lebih baik untukmu.
Sudah beberapa kali mencobanya.
Tapi maaf, masih gagal rupanya.
Ego di dalam diri ini sepertinya lebih memenangkan suara yang bilang:
Biarkan saja rasa ini tinggal, sampai ia rela beranjak pergi dengan sendirinya.
Maafkan ya.
Jikalau Tuhan berkenan,
sejujurnya aku masih mengharap keajaiban.
12.2.15
6.1.15
Apa "ini" ada ujungnya?
Selamat tahun baru! *ngomong sama layar komputer* *gila dong?*
Well, another year has just started.
Nothing is so special about new year besides a reflection of His faithfulness during the year that has been passed and toward the running year.
And yes, rasa-rasanya emang gak ada yang spesial-spesial amat (si Amat sih emang ga spesial) tentang memasuki tahun 2015 ini.
Tahunnya memang baru, tapi...
Gw gak beli baju baru buat ngerayainnya...
Kerjaan juga gak baru, hari ke-2 di tahun 2015 gw masih ke kantor yang sama...
Perasaan apalagi *tsahelah* rasa ini masih untuk dia, bukan seseorang yang baru di perjalanan hidup gw...
Ya ngomong-ngomong soal tahun baru si cuma intro aja sebenernya.
Topik utamanya mah tentang si seseorang (yang sama sekali tidak baru) itu...
Karena dia hadir lagi dan gak cuma sekedar hadir, maka jadilah gw pengen ngebahas dia(lagi).
Bisa dibilang current state kita (gw dan dia) seperti mengulang...
Kita udah pernah ada di state ini...
Personally, gw benci banget ada di state ini lagi.
Tapi kalo inget message dia yang satu baloon panjang sendiri di line, subuh-subuh pula, maka mengertilah gw kalo memang ini state ternyaman buat dia...
Dia memang menginginkan kita stay di state ini
Okey, dari tadi gw ngomongin current state which is belom gw jelasin spesifiknya kaya apa.
Well, ini situasi dimana gw dan dia cukup intens berkomunikasi: cerita, curhat, ngobrolin dari yang penting sampe yang ga penting banget.
Seems so fine, rite?
But it's not as it seems
Kenapa?
Karena ketika kita ngobrol, ujung dari obrolan kita bisa sangat sweet bisa juga jadi berantem.
Bukan cuma itu, dari obrolan-obrolan itu banyak bagian yang bikin gw bingung
Maunya dia apa si? Maunya dia tuh gw harus gimana?
The way he treats me is definitely confusing.
Sekali dua kali care...nah tiga empat kali nyakitin...
Di state ini, dia memberi perhatian tanpa menginginkan gw menaruh harapan kepada dia -__-"
Ya susah dong ya posisi gw...
Menurut ngana aja deh...diperatiin sama orang yang lo sayang tapi lo ga boleh ngarep disayang balik sama dia *ngok*
Dan kalo gw mau keluar dari state ini, maka dia akan dengan serta merta ngambek dengan tuduhan he is being neglected...
He will say nobody cares...yang mana di depan mata dia ada somebody who really really cares about him.
Nah kalo gitu kan gw jadi mengurungkan niat to leave our current state..
Terlalu lemah ya? Memang begini adanya...
Anyway, kalo kita stay in our current state, bisa dipastikan gw yang rugi.
Karena state ini, disadari atau tidak, memaintain gw untuk tetap stand by his side tanpa harus mengikat gw dengan sebuah kejelasan.
Gw akhirnya sampai di titik apakah "ini"akan ada ujungnya?
"Ini" dalam kalimat di atas merujuk kepada our current state
Karena gw (yang terlalu lemah ini) roman-romannya akan selalu gagal keluar dari state ini, kalaupun berhasil kemungkinan besar akan kembali...
Sedangkan dia? Kayanya lebih ga mungkin lagi si (mau keluardari zona nyaman nan menguntungkan ini)
Yah, I'm so dead curious (or maybe just tired) to know what will be the end of this state...
Well, another year has just started.
Nothing is so special about new year besides a reflection of His faithfulness during the year that has been passed and toward the running year.
And yes, rasa-rasanya emang gak ada yang spesial-spesial amat (si Amat sih emang ga spesial) tentang memasuki tahun 2015 ini.
Tahunnya memang baru, tapi...
Gw gak beli baju baru buat ngerayainnya...
Kerjaan juga gak baru, hari ke-2 di tahun 2015 gw masih ke kantor yang sama...
Perasaan apalagi *tsahelah* rasa ini masih untuk dia, bukan seseorang yang baru di perjalanan hidup gw...
Ya ngomong-ngomong soal tahun baru si cuma intro aja sebenernya.
Topik utamanya mah tentang si seseorang (yang sama sekali tidak baru) itu...
Karena dia hadir lagi dan gak cuma sekedar hadir, maka jadilah gw pengen ngebahas dia(lagi).
Bisa dibilang current state kita (gw dan dia) seperti mengulang...
Kita udah pernah ada di state ini...
Personally, gw benci banget ada di state ini lagi.
Tapi kalo inget message dia yang satu baloon panjang sendiri di line, subuh-subuh pula, maka mengertilah gw kalo memang ini state ternyaman buat dia...
Dia memang menginginkan kita stay di state ini
Okey, dari tadi gw ngomongin current state which is belom gw jelasin spesifiknya kaya apa.
Well, ini situasi dimana gw dan dia cukup intens berkomunikasi: cerita, curhat, ngobrolin dari yang penting sampe yang ga penting banget.
Seems so fine, rite?
But it's not as it seems
Kenapa?
Karena ketika kita ngobrol, ujung dari obrolan kita bisa sangat sweet bisa juga jadi berantem.
Bukan cuma itu, dari obrolan-obrolan itu banyak bagian yang bikin gw bingung
Maunya dia apa si? Maunya dia tuh gw harus gimana?
The way he treats me is definitely confusing.
Sekali dua kali care...nah tiga empat kali nyakitin...
Di state ini, dia memberi perhatian tanpa menginginkan gw menaruh harapan kepada dia -__-"
Ya susah dong ya posisi gw...
Menurut ngana aja deh...diperatiin sama orang yang lo sayang tapi lo ga boleh ngarep disayang balik sama dia *ngok*
Dan kalo gw mau keluar dari state ini, maka dia akan dengan serta merta ngambek dengan tuduhan he is being neglected...
He will say nobody cares...yang mana di depan mata dia ada somebody who really really cares about him.
Nah kalo gitu kan gw jadi mengurungkan niat to leave our current state..
Terlalu lemah ya? Memang begini adanya...
Anyway, kalo kita stay in our current state, bisa dipastikan gw yang rugi.
Karena state ini, disadari atau tidak, memaintain gw untuk tetap stand by his side tanpa harus mengikat gw dengan sebuah kejelasan.
Gw akhirnya sampai di titik apakah "ini"akan ada ujungnya?
"Ini" dalam kalimat di atas merujuk kepada our current state
Karena gw (yang terlalu lemah ini) roman-romannya akan selalu gagal keluar dari state ini, kalaupun berhasil kemungkinan besar akan kembali...
Sedangkan dia? Kayanya lebih ga mungkin lagi si (mau keluardari zona nyaman nan menguntungkan ini)
Yah, I'm so dead curious (or maybe just tired) to know what will be the end of this state...
Langganan:
Postingan (Atom)